PIDANA MATI / DOOD
STRAF / DEATH PENALTY
Pidana mati bukan
berasal dari Belanda, sebab Belanda baru datang tahun 1602, sedangkan pidana
mati sendiri sudah berlaku pada zaman sebelum Majapahit.
Alasan yang setuju
pidana mati :
1. Teori Psycologische
Zwang oleh Anselm Von Feuerbach. Pidana mati dianggao sebagai sarana untuk
mencegah orang melakukan kejahatan karena dianggap menakutkan. Contohnya di
Barat, pidana mati dimuat di televisi. Sebenarnya, asalkan ada kesadaran dan
kepatuhan hukum maka orang akan melaksanakan aturan.
2. Pidana mati bukan
merupakan hal yang baru, sebab dianggap sebagai bagian dari kultur. Diatas
norma ada nilai yang diterima oleh masyarakat. Norma sebagai perwujudan dari
nilai-nilai tersebut.
3. Pidana mati diatur
dalam KUHP yaitu pasal 104, 111(2), 140(3), 340, 124(3), 365(4), 444. Pidana
mati diatur pula diluar KUHP yaitu UU Narkotika no 22 tahun 1997, UU
Psikotropika, UU Senjata Api.
4. Pidana mati masih
dibutuhkan untuk mereka yang tergolong sebagai residivis dan yang melakukan
tindak pidana yang membahayakan negara. Contohnya makar pasal 104, teroris.
Alasan untuk tidak
menyetujui hukuman mati :
1.
Dihubungkan dengan sila
kedua Pancasila tentang kemanusiaan, maka harus ada individualisasi hukum
pidana yaitu hukum pidana berorientasi pada pelaku tindak pidana.
2.
Manusia sebagai ciptaan
Tuhan. Di alkitab telah disebutkan 10 perintah Allah, salah satunya adalah
“jangan membunuh”. Bila kita membunuh, lalu hukuman mati dijatuhkan, artinya
kita mengingkari firman Tuhan.
3.
Pidana mati dicantumkan
dalam KUHP dan UU luar KUHP tetapi masih tetap banyak tindak pidana terhadap
pidana mati, sehingga dianggap tidak efektif.
4.
Pada UUD 1945 pasal
28A, disebutkan “setiap orang berhak mempertahankan hidup dan kehidupan”
5.
Bila hakim dihadapkan
dengan penjahat kambuhan, maka penjahat tersebut dapat dijatuhkan pidana seumur
hidup / 20tahun, sebab tujuan menghukum bukan untuk membalas tetapi untuk
mendidik.
Dalam
rancangan KUHP, disebutkan bahwa pidana mati adalah sesuatu yang istimewa.
Kenapa? Sebab orang yang akan dieksekusi diberikan tenggang waktu 10hari untuk
berbuat baik. Bila telah berbuat baik, maka ia tidak bisa dijatuhi hukuman
mati, tetapi diringankan menjadi hukuman seumur hidup.
Pidana
mati tidak bisa hapus begitu saja, sebab masih banyak yang pro pidana mati.
Tata cara pelaksanaan pidana mati :
1.
Jika tidak ditentukan
lain oleh Menteri Kehakiman maka pidana mati dilaksanakan di suatu tempat dalam
daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama.Contoh:
MA
|
Menguatkan
pidana mati
|
PT
|
Bisa
dikuatkan pidana matinya / 20tahun /
15tahun
|
PN
|
Menjatuhkan pidana mati di Bandung
|
Maka pidana mati dilaksanakan
di PN Bandung.
MA
|
Menjatuhkan
pidana mati
|
PT
|
Menjatuhkan pidana
mati
|
PN
|
Menjatuhkan
pidana 20tahun
|
Maka pidana mati dilaksanakan
di PT Bandung
2. Pidana mati yang
dijatuhkan atas beberapa orang di dalam suatu putusan dilaksanakan secara
serentak pada waktu dan tempat yang sama, kecuali jika terdapat hal yang tidak
memungkinkan pelaksanaan yang demikian itu.
Contoh: KUHP
kita dan tentara pada dasarnya sama. Perbedaannya ada dalam hukuman disiplin,
misalnya tidak naik pangkat. Ada koneksitas dalam KUHP misalnya ada tentara dan
warga sipil membunuh bersama-sama, diadili di pengadilan yang paling banyak
saksinya.
3. Kepala polisi tempat
kedudukan pengadilan tersebut, setelah mendengar nasehat jaksa yang
bertanggungjawab untuk pelaksanaannya menentukan waktu dan tempat pelaksanaan
pidana mati.
Wilayah PN ada 2
yaitu kabupaten dan kotamadya. Wilayah PT adalah provinsi. Wilayah MA adalah
seluruh indonesia (bisa dilakukan dimana saja).
4. 3 x 24jam sebelum
pelaksanaan pidana mati, jaksa memberitahukan kepada terpidana mengenai
pelaksanaan pidana mati tersebut.
5. Apabila terpidana
hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan 40hari setelah
melahirkan, yaitu ketika sang ibu sudah kembali ke keadaan semula (menyangkut
kesehatan ibu tersebut).
6. Pembela terpidana atas
permintaannya sendiri dapat menghadiri pelaksanaan pidana mati.
7. Pidana mati
dilaksanakan ditempat tertutup, kecuali ditetapkan lain oleh presiden.
8. Pelaksanaan pidana mati
dilaksanakan regu tembak dari kepolisian yang terdiri dari seorang bintara, 12
orang tamtama dibawah pimpinan seorang perwira, semuanya dari brigade mobil.
9. Regu tembak tidak
mempergunakan senjata organiknya (senjata khusus). Maksudnya, yang berisi
peluru hanya 1senjata dari beberapa senjata. Hal ini untuk menghindari rasa
bersalah dari orang yang mengeksekusi.
10. Terpidana dapat
menjalankan pidana dengan berdiri, duduk/ berlutut. Hal ini dimaksudkan agar
tidak ada rasa dendam pada orang yang mengeksekusi dan untuk menghindari rasa
takut dari orang yang dipidana mati.
11. Pada saat pelaksanaan
pidana mati, mata terpidana tertutup.
No comments:
Post a Comment