PENGERTIAN
PENOLOGI
Yang
dibahas adalah :
- Apa makna pidana bagi korban kejahatan?
Untuk
menciptakan keseimbangan terhadap rasa kekecewaan dan hak-haknya yang
dirugikan. Korban selalu berharap pelaku dapat dihukum seberat-beratnya,
walaupun barang yang dicuri tidak kembali. Hal ini hanya untuk memuaskan
korban.
· 2. Apa makna hukuman bagi si pelaku?
Ada
2 teori yaitu teori pembalasan (memidana seseorang untuk membalas perbuatannya)
dan teori tujuan (membina pelaku agar pelaku sadar dan tidak mengulangi
perbuatannya).
3. Apa makna hukuman bagi masyarakat?
Contoh
: Dosen mengeluarkan A dari kelas karena ia membuat keributan. Maka, B,C,D yang
dikelas juga akan berpikir bahwa “bila mereka ribut, akan diusir juga”. Adanya
paksaan psikologis yang menyadarkan kita.
Sejarah
penjatuhan pidana
Bagaimana tata cara
masyarakat menyelesaikan konflik (kejahatan) sebelum negara terbentuk? Sebelum
ada negara, penyelesaian konflik ada tahapannya yaitu
- Tahap Pembalasan
2. Tahap Ganti RugiContoh : A memukul B ; solusinya B memukul ACara ini disebut dengan asas pembalasan atau asas Talionis (oog om oog en tand om tand / eye for eye and tooth for tooth, life for life). Menurut Tresna, utang pati dibayar pati, utang budi dibawa mati.Namun ada persoalan-persoalan yang muncul yaitu seringkali B tidak bisa membalas sesuatu yang dilakukan A terhadap B. Contohnya A mencuri kambing B, B ingin membalas A, tapi A tidak punya kambing.
Kenapa
ada perubahan dari asas pembalasan ke asas ganti rugi?
- Ada kesulitan membuat keseimbangan dalam penyelesaian konflik
- Adanya tingkat perkembangan peradaban. Semakin beradab, semakin dapat membuat solusi yang bijaksana.
Dalam tahapan
pembalasan bisa terjadi homo homini lupus / bellum omnium contra omnus (Thomas
Hobbes) yaitu manusia yang satu bisa menjadi serigala bagi manusia yang lain.
Persoalan yang muncul adalah sulit untuk menentukan besarnya ganti rugi karena
belum ada standar yang sama tentang harga. Kemudian peradaban berkembang
sehingga kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi dengan munculnya negara.
3. Tahap Campur Tangan Negara (Masa kini)
Bila
terjadi kejahatan, maka diserahkan kepada negara. Instansi-instansi yang
terlibat dalam hukum pidana adalah polisi, jaksa, hakim, advokat.
Pilar-pilar
sistem peradilan pidana :
- Polisi bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, dan penahanan. Tidak semua orang dapat ditahan. Yang dapat ditahan adalah orang yang melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya lebih dari 5tahun, kecuali pasal 372 (penggelapan), 378 (penipuan), 480 (penadahan) bisa ditahan walau ancaman pidana 4tahun.
- Jaksa bertugas
a. memeriksa kelengkapan
BAP yang diserahkan ke polisi;
b. menyerahkan berkas
tersebut ke Pengadilan Negeri bila sudah lengkap (bila belum lengkap
dikembalikan ke polisi untuk dilengkapi);
c. melakukan penuntutan
yang didasari oleh dasar hukum, filosofi pemidanaan (tujuan pemidanaan
sesungguhnya adalah pembinaan, bukan balas dendam. Hukum pidana bersifat
ultimum remedium maka harus seringan mungkin), persoalan sosiologis
kemasyarakatan (melihat keadaan di masyarakat).
- Hakim bertugas memeriksa perkara yang diajukan dan membuat putusan (menjatuhkan pidana, menolak dakwaan jaksa, membebaskan terdakwa).
- Advokat bertugas menganalisis apakah penerapan hukum di pengadilan benar atau tidak.
Sejarah
pertumbuhan susunan pidana di Indonesia
1.
Zaman
sebelum Majapahit
Sebelum ada pengaruh
bangsa asing, susunan pidana yang berlaku:
a.
Pembalasan umum :
pembalasan keluarga terhadap keluarga, marga terhadap marga
b.
Pembalasan khusus :
pembalasan dari pihak yang dirugikan kepada pihak yang merugikan
c.
Pembayaran uang damai
dibayar oleh orang yang merugikan kepada desanya atau marganya atau keluarga
korban
2.
Zaman
Majapahit
a.
Pidana pokok : pidana
mati, pidana potong anggota badan pelaku, pidana denda, ganti kerugian.
b.
Pidana tambahan : uang
tebusan, penyitaan barang yang digunakan untuk melakukan kejahatan, uang
membeli obat.
3.
Zaman
Hindu
a.
Pidana yang bersifat
keagamaan : adanya penyesalan, pengusiran dari kastanya, tidak boleh mendapat
pertolongan apapun, sesudah meninggal akan tersiksa di neraka, harus melakukan
perdamaian.
b.
Pidana yang bersifat
keduniawian : Menurut MANU (yang membuat UU Dharmasastra) terbagi dalam :
pidana mati, pidana badan, pidana denda, dan pidana pemberian marah dan
peringatan.
Selain itu, masih ada
bentuk pidana lain menurut MANU yaitu pidana penyitaan, pidana terhadap
kehormatan, pidana kerja paksa, pidana kurungan.
4.
Zaman
Islam
a.
Qisas
Pidana ini berupa
pembalasan yang dilakukan oleh si korban atau saudaranya yang terdekat.
Dilakukan terhadap dua hal yaitu pembunuhan dan melukai dengan sengaja. Menurut
Qisas, pelaku dapat dipotong anggota badannya atau merusak giginya. Qisas pun
dapat diganti dengan pemberian kerugian (dijah) jika pembalasan tidak diatur
dalam UU dan yang berhak melakukan qisas bersedia melepaskan qisasnya.
b.
Hadd
Pelemparan batu
terhadap orang berzinah, pukulan dengan cemeti terhadap orang yang berzinah dan
minum anggur, pembuangan, pidana potong tangan atau kaki, pemberian kerugian
bila mencuri, pidana mati bagi penyamun, pidana kurungan bagi gelandangan.
Yang tidak dipidana
Hadd adalah yang belum cukup umur, sakit jiwa, bapak dan ibu korban.
c.
Tazir
Pidana kurungan, pidana
cemeti, pidana buang / penyitaan semua barangnya, pidana ganti kerugian kepada
korban/ ahli warisnya.
Susunan
Pidana Menurut Hukum Adat
1.
Pidana mati : mencekik,
ditenggelamkan, ditikam / dibakar.
2.
Pidana badan : memukul
dengan rotan, dibuat cacat tubuhnya.
3.
Pidana pengasingan
4.
Pidana terhadap
kekayaan
Susunan pidana pada
masa penjajahan / masa OIC
(Oost Indische Compagnie th 1642)
1.
Dimasukkan kedalam
bangunan tertutup (bukan penjara), karena melakukan perjudian, mabuk, budak
belian yang tidak menyenangkan tuannya
2.
Dirantai sambil
dipekerjakan
3.
Dimasukkan kedalam
rumah perbaikan bagi mereka yang berzinah.
Susunan
pidana pada masa Daendels
(1808-1811)
Pada saat Daendels
memerintah sebagai gubernur jenderal indonesia, susunan pidananya adalah
membakar, mengecap dengan besi panas, dipukul dengan rotan, dirantai, kerja
paksa.
Susunan pidana pada
masa Raffles
( 1811-1816)
Sesuai dengan
perjanjian antara Belanda dengan Inggris, bahwa jajahan Belanda akan dikuasai
Inggris. Maka Indonesia dikuasai Inggris dibawah kekuasaan Raffles dimana semua
pidana yang bersifat kejam dan membuat tubuh cacat dihapus.
Susunan pidana pada
masa Hindia Belanda
(sebelum berlaku KUHP)
1.
Pidana bagi golongan
Eropa : pidana mati, pidana dalam rumah perbaikan paksa dari 5-20 tahun atau
10tahun, pidana penjara 6hari-15tahun, pidana denda.
2.
Pidana bagi golongan
Bumiputra : pidana mati, pidana kerja paksa dengan dirantai paling lama 5tahun,
pidana dimasukkan ke dalam bangunan tertutup paling lama 8hari, pidana denda.
No comments:
Post a Comment