Kasus
Posisi
Irzen Octa, Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PPB) semasa
hidupnya tinggal di Perumahan Budi Indah, jalan Pangrango 3 Blok 1 3 nomor 13,
batu Ceper, Kota Tangerang. Ia berumur 50 tahun. Ia tewas pada Selasa
(29/3/2011) pagi usai mendatangi kantor bank Citibank. Saat itu ia bermaksud
mengklarifikasi tunggakan kartu kredit Citibank atas nama dirinya
yang secara tiba-tiba melonjak dari Cuma Rp 48 juta menjadi Rp 100 juta. Karena
tidak ada kecocokan soal nilai dengan pihak bank, korban kemudian dibawa ke
satu ruang di kantor Citibank untuk diperiksa bersama debt collector dan
pengawai Citibank. Usai dari kantor Citibank, korban kemudian tewas di depan
Menara Jamsostek.
Hasil otopsi yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
membenarkan adanya kekerasan yang dialami Irzen sebelum ia tewas. Surat hasil
visum yang diterima Tempo bernomor 309/SK/III/2011 tertanggal 29 Maret
menyebutkan sejumlah indikasi adanya kekerasan. Otopsi dilakukan Dokter
Spesialis Forensik Ade Firmansyah. Hasil otopsi itu antara lain adanya lebam
pada bagian belakang tubuh, luka lecet pada sekat hidung, ada darah keluar dari
lubang hidung, dan wajah korban serta jaringa dibawah kuku terlihat ungu
gelap.Selain itu juga terdapat pendarahan di bawah selaput keras otak dan
bekuan darah di bilik otak. Luka memar juga ditemui di batang otak korban.
Dalam kesimpulan surat tersebut dinyatakan penyebab kematian Irzen akibat
pecahnya pembuluh darah di bilik otak dan di bawah selaput kertas otak sehingga
menekan batang otak.
Pihak Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, telah menjerat tiga
tersangka A, H dan D dengan pasal berlapis yaitu Pasal 351 KUHP tentang
penganiayaan dengan ancaman 2,8 tahun, Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan
dengan ancaman 5,5 tahun dan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak
menyenangkan dengan hukuman 1 tahun penjara.
Penagihan hutang yang dilakukan oleh pihak citibank dengan menggunakan
perantaraan jasa penagih hutang terhadap hutang alm. Irzen Octa yang berbuntut
kematian pada Irzen Octa menyebabkan adanya pelanggaran PBI 11/11/2009 tentang
Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan surat edaran BI 11/10/DASP tahun 2009. 1
Pelanggaran aturan perbankan yang dilakukan Citibank antara lain adalah
perjanjian kerja sama dengan pihak penagih dinyatakan bahwa segala tanggung
jawab akhir ada di pihak penagih padahal di PBI diatur bahwa segala
permasalahan dalam penagihan harus menjadi tanggung jawab bank. Pelanggaran
kedua, adalah soal kolektibilitas atau tingkat penunggakan utang dari nasabah
kartu kredit yang berdasarkan PBI baru boleh dialihkan kepada pihak ketiga
setelah tunggakannya masuk kolektibilitas empat (diragukan) dan lima (macet). Pelanggaran
lainnya adalah lemahnya sistem monitoring penagihan dan keempat adalah lemahnya
penanganan keluhan nasabah yang banyak keberatan atas sikap para debt
collector.
Legal Question
1.
Apakah Citibank ikut terlibat
dalam kasus tersebut? Bila terlibat, apa saja pelanggaran yang dilakukan oleh
Citibank? Bagaimana tindakan selanjutnya yang wajib dilakukan oleh Citibank
untuk mengatasi masalah tersebut?
2.
Sanksi apa saja yang dapat
dikenakan pada Citibank oleh Bank Indonesia?
3.
Mengapa banyak pemegang kartu
kredit seperti Irzen Octa yang tidak mampu membayar hutangnya?
Legal Audit
·
PBI No 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu pasal 17 (5) :
Penerbit Kartu Kredit
wajib menjamin bahwa penagihan atas transaksi Kartu Kredit, baik yang dilakukan
oleh Penerbit Kartu Kredit sendiri atau menggunakan jasa pihak lain, dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
·
UURI No 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
·
Surat
Edaran BI 11/10/DASP Tahun 2009
Legal Opinion
1.
Citibank ikut terlibat dalam melakukan pelanggaran
PBI 11/11/2009 tentang Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan surat edaran BI 11/10/DASP tahun 2009. Pelanggaran
yang dilakukan Citibank tersebut adalah :
a)
Penggunaan jasa penagihan
hutang oleh citibank memang dibenarkan berdasarkan PBI 11/11/2009 pasal 17(5). Dalam
kontrak kerja sama antara Citibank dengan pihak penagih utang menyatakan bahwa
segala tanggung jawab beralih kepada pihak penagih, sedangkan dalam PBI
dinyatakan bahwa segala permasalahan dalam hal penagihan harus menjadi tanggung
jawab bank tersebut. Dalam kasus ini, Citibank telah melanggar aturan Bank Indonesia
mengenai kekerasan yang dilakukan pihak jasa penagih, sehingga Citibank harus
bertanggung jawab atas pelanggarannya tersebut. Citibank
tidak dapat seenaknya melepas tanggung jawab kepada pihak penagih utang. Oleh karena
itu, Citibank
pun harus ikut bertanggung jawab terlepas dari yang melakukannya
adalah perusahaan pihak ketiga seperti jasa penagih utang kartu kredit.
Berdasarkan
Surat Edaran BI 11/10/DASP Tahun 2009, dalam hal
Penerbit menggunakan jasa pihak
lain dalam melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit, maka:
a.
penagihan
oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan Kartu
Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau
macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kolektibilitas;
b.
Penerbit
harus menjamin bahwa penagihan oleh
pihak lain tersebut, selain harus
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada huruf a, juga harus dilakukan
dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum; dan
c.
dalam
perjanjian kerjasama antara Penerbit dan pihak lain untuk melakukan penagihan
transaksi Kartu Kredit tersebut harus memuat klausula tentang tanggungjawab
Penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari kerjasama dengan
pihak lain tersebut
Dari
pernyataan kata “menjamin” yang tertera surat edaran BI 11/10/DASP tahun 2009
sangatlah jelas bahwa Citibank harus bertanggung jawab atas penagihan yang
dilakukan debt collector tersebut dan
penagihannya tidak boleh dilaksanakan dengan perbuatan melawan undang-undang
yang berlaku. Oleh sebab itu, walaupun
citibank dapat menggunakan jasa pihak penagihan hutang dalam menagih hutang
kepada para nasabah namun tidak berarti semua tanggung jawab atas akibat dalam
hal kegiatan penagihan tersebut beralih sepenuhnya kepada pihak penagih hutang
(debt collector) karena pertanggung jawaban tersebut
tetap berada pada pihak Citibank. Hal ini dimaksudkan agar Citibank tidak melanggar
ketentuan-ketentuan Bank Indonesia.
b)
Dalam
hal penagihan utang, terdapat ketentuan yang mengatur bahwa penggunaan jasa
penagih utang (debt collector) hanya dapat
dilakukan apabila tunggakan tagihan tersebut telah masuk dalam kolektibilitas
empat dan lima.
Hal
ini tertera pula dalam surat edaran BI 11/10/DASP tahun 2009 : “penagihan oleh
pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan Kartu Kredit
dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet
berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kolektibilitas”.
Keterangan
mengenai Kolektibilitas Kartu Kredit terdiri dari klasifikasi :
I.
Lancar,
apabila pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada
tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit;
II.
Dalam
Perhatian Khusus, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga
sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari;
III.
Kurang
Lancar, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender sampai dengan 120 (seratus dua
puluh) hari;
IV.
Diragukan,
apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
120 (seratus dua puluh) hari kalender sampai dengan 180 (seratus delapan puluh)
hari; atau
V.
Macet,
apabila terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180
(seratus delapan puluh) hari.
Sedangkan dalam kasus
Irzen Octa, tunggakan terhadap tagihan kartu kredit Irzen Octa masih dalam
kategori Kolektibilitas tingkat II, sehingga tidak dapat dibenarkan apabila Citibank mengalihkan penagihan hutang tersebut seluruhnya
dengan menggunakan jasa pihak ke 3 yaitu
debt collector kepada Irzen Octa.
c)
Lemahnya
sistem monitoring penagihan
Hal ini terbukti dengan
tidak adanya closed
circuit television (CCTV) di dalam ruang negosiasi
yang mengakibatkan tidak terkontrolnya tingkah laku debt collector dalam menghadapi nasabah. Citibank seharusnya
memasang CCTV agar dapat mengawasi perilaku debt collector agar tidak terjadi
perbuatan yang tidak diinginkan.
2.
Sanksi
yang diberikan Bank Indonesia kepada Citibank adalah Citibank tidak boleh
menambah nasabah dari layanan Citigold, menambah nasabah kartu kredit dan
menggunakan jasa penagih utang atau debt collector. Besar kecilnya
sanksi ditentukan berdasarkan pelanggaran yang dilakukan oleh Citibank. Akan
lebih baik apabila Bank
Indonesia menyusun standar
untuk menjadi acuan bagi Penerbit dalam penggunaan jasa penagih, yang meliputi
pengaturan standar kualitas SDM yang menjadi agen penagih, teknik penagihan
yang baik serta hal yang dilarang dalam penagihan.
3.
Banyak pemegang kartu kredit yang
tidak mampu membayar kembali hutangnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
pemahaman pemegang kartu kredit mengenai akibat dari tunggakan kartu termasuk
penghitungan bunga yang dikenakan oleh bank. Oleh sebab itu, calon pemegang
kartu kredit perlu diedukasi dan diinformasikan mengenai hal ini agar tidak
terjadi tunggakan kartu kredit.
Simpulannya,
Citibank terlibat dalam kasus Irzen Octa karena tanggung jawab penagihan hutang
tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada debt
collector.
No comments:
Post a Comment