Kasus Posisi :
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=146984
Pada kasus ini, PT.
Nobel Carpets sebagai pihak penggugat mengajukan gugatan desain industri atas
karpet dengan motif Pilar dan karpet dengan motif Masjid yang didaftarkan PT.
Universal Carpets and Rugs sebagai pihak tergugat.
Dasar gugatan PT.
Nobel Carpets atau penggugat adalah desain industri atas karpet dengan motif
Pilar dan Masjid yang keduanya didaftarkan atas nama PT. Universal Carpets and
Rugs adalah tidak baru pada saat diterimanya permohonan pendaftarannya, masing-
masing pada tanggal 4 Juli 2003 dan 8 Juli 2003, karena sama dengan desain
industri karpet dengan motif Pilar dan motif Masjid yang telah digunakan di
Indonesia oleh Penggugat atau PT. Nobel Carpets sejak tahun 1995.
Tuntutan Penggugat
atau PT. Nobel Carpets adalah agar Tergugat PT. Universal Carpets and Rugs
dinyatakan beritikad tidak baik pada waktu pengajuan permohonan pendaftaran
desain industri yang terdaftar dengan No. ID 0 005 420 dengan karpet motif
Pilar dan desain industri dengan No. ID 0 005 425. Dan tuntutan agar desain industri
No. ID 0 005 420 dengan judul karpet dengan motif Pilar dan desain industri No.
ID 0 005 425 dengan judul karpet dengan motif masjid.
Pada Putusan
Pengadilan Niaga, Majelis Hakim berpendapat bahwa motif pilar dan motif masjid
yang diproduksi PT. Universal Carpets and Rugs atau Tergugat tidak sama dengan
karpet Pilar dan Masjid yang diproduksi oleh Penggugat dengan pertimbangan
bahwa setelah membandingkan karpet-karpet produk Penggugat dengan karpet produk
Tergugat sepintas memang memiliki kemiripan, namun apabila diteliti lebih
seksama dari segi bentuk, konfigurasi, komposisi garis dan ornamentasi khas
ternyata berbeda, sehingga karpet-karpet produk Tergugat dapat dikatakan
memiliki nilai kebaruan atau novelty.
Dalam putusan tersebut
Majelis Hakim menimbang bahwa Pasal 10 Undang-Undang Desain Industri menyatakan
bahwa hak atas desain industri diberikan atas dasar permohonan. Berdasarkan
ketentuan pasal tersebut, maka perlindungan desain industri hanya diberikan
kepada pihak yang telah mengajukan permohonan pendaftaran desain industri.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Desain Industri bahwa pihak yang
untuk pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang hak desain
industri, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Berdasarkan ketentuan
pasal di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa secara yuridis PT. Universal
Carpets and Rugs atau Tergugatlah sebagai pihak yang pertama kali mengajukan
permohonan pendaftaran atas desain industri karpet dengan motif masjid pada
Turut Tergugat atau Direktorat Jenderal HaKI. Sehingga secara mutatis mutandis
sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Desain Industri.
Dilain
pihak, hakim juga memiliki opini bahwa penggugat dalam kesempatannya tidak
pernah mengajukan pendaftaran desain industri atas karpet yang diproduksinya,
sehingga dapat dinyatakan bahwa Penggugat tidak berhak menerima perlindungan
desain industri untuk karpet yang diproduksinya tersebut. Dalam kasasinya
Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
tersebut telah tepat dan benar.
Nilai
kebaruan tidak hanya diklaim atas penampilan keseluruhannya, tetapi juga
berdasarkan pada kombinasi elemen-elemen yang pada awalnya telah diketahui.
Sesuai dengan Undang-Undang Desain Industri di Indonesia bahwa suatu desain
akan mendapatkan perlindungan hukum jika desain tersebut benar-benar baru,
dengan kata lain memiliki unsur novelty atau kebaruan.
Analisis :
Dalam Undang-undang No. 19 tahun 2002
tentang Hak Cipta diatur tentang perlindungan secara kualitatif. Oleh sebab
itu, apabila ada suatu desain baru yang mengambil suatu bagian penting yang
menjadi ciri khas dari suatu desain yang terdaftar lainnya meskipun itu kurang
dari 10%, dapat dikatakan sebagai pelanggaran hak cipta. Berdasar pasal 9 UU
No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, Pemegang Hak Desain Industri
memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya
dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai,
menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak
Desain Industri.
Berdasarkan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri, hak atas desain industri diberikan negara kepada pendesain dalam
jangka waktu tertentu. Pendesain
mempunyai hak untuk menggunakan desain industri tersebut untuk dirinya sendiri
atau kepada pihak lain berdasarkan persetujuannya untuk periode waktu yang
telah ditentukan. Pemegang Hak Desain Industri atau
penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun ke Pengadilan Niaga yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
berupa gugatan ganti rugi dan penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 (pasal 46 UU No. 31 tahun
2000).
Perlindungan
hukum atas desain industri diberikan untuk mencegah orang lain menggunakan
desain yang sama dengan milik orang yang lainnya. Perlindungan hukum tersebut
bersifat ekslusif, dimana desain tersebut hanya dapat diaplikasikan atas ijin
pemilik hak desain tersebut. Untuk memperoleh perlindungan hukum, pendesain
terlebih dahulu harus mengajukan permohonan dan pendaftaran (sistem
konstitutif). Pendaftaran adalah syarat mutlak untuk
terjadinya hak desain industri. Perlindungan akan diberikan apabila desain tersebut
telah terdaftar. Oleh karena itu dalam desain industri selain
dilakukan pemeriksaan administrative dan pemeriksaan substantive. Tujuannya
untuk mencegah terjadinya kerugian kepada penerima lisensi desain industri dari
pemegang hak desain industri. Asas hukum yang mendasari hak ini
adalah :
- Asas publisitas
- Asas kemanunggalan (kesatuan)
- Asas kebaruan (Novelty)
Similiaritas dipandang dari esensi
produksi yang hampir sama, dimana salah satu pihak meniru seluruhnya atau
sebagian besar unsur desain tersebut. Kemiripan atau similiaritas belum diatur
dalam Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Kemiripan
atau similaritas merupakan sesuatu yang mungkin terjadi walaupun dalam desain
industri, desain harus memiliki asas kebaruan (novelty). Tidak ada ukuran yang
jelas mengenai seberapa banyak persentase kesamaan antara kedua jenis produk
sehingga dapat dikatakan melanggar hak desain industri orang lain. Dalam dunia
modern seperti saat ini, sangat sulit untuk menciptakan produk yang beda dari
yang lain. Pasti terdapat unsur kesamaan walaupun hanya sedikit. Menurut jenisnya bentuk-bentuk kemiripan tersebut oleh Ir. Arif Syamsudin,
M. Si., dikategorikan terdiri dari :
1.
Barang identik, kreasi mirip;
2.
Barang identik, kreasi berbeda;
3.
Barang mirip, kreasi mirip;
4.
Barang mirip, kreasi identik;
5.
Barang berbeda, kreasi mirip.
Pemegang
Hak Desain Industri harus mendapat perlindungan hukum atas desain / kreativitas
yang diciptakannya. Produk yang memiliki desain yang menarik akan menimbulkan
daya saing dan bernilai tinggi. Hal ini akan memacu manusia untuk menciptakan
desain-desain baru yang unik dan berdaya saing.
Dalam kasus ini,
Penggugat tidak pernah mengajukan pendaftaran desain industri atas
karpet yang diproduksinya, sehingga dapat dinyatakan bahwa Penggugat tidak
berhak menerima perlindungan desain industri untuk karpet yang diproduksinya
tersebut. Penggugat tidak memiliki hak ekslusif untuk melarang Tergugat
memproduksi desainnya. Lagipula, dalam desain tersebut
terdapat sesuatu yang khas dan berbeda dengan desain miliknya dalam segi bentuk, konfigurasi, komposisi garis dan ornamentasi khas, sehingga
karpet-karpet produk Tergugat dapat dikatakan memiliki nilai kebaruan atau
novelty.
No comments:
Post a Comment